Nama : Samgar Yeri Yanto
Olla
Mata
Kuliah : Pengembangan
Diri
Email : Samgarolla1@gmail.com
Telp
: 081291316811
Faktor – faktor Pembentuk kepribadian
Faktor-Faktor
Pembentuk Kepribadian
Adanya perbedaan kepribadian setiap individu
sangatlah bergantung pada faktor-faktor yang memengaruhinya.
Kepribadian terbentuk, berkembang, dan berubah seiring dengan proses
sosialisasi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut.
a. Faktor Biologis
Beberapa pendapat menyatakan bahwa bawaan
biologis berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian. Semua
manusia yang normal dan sehat memiliki persamaan biologis tertentu,
seperti memiliki dua tangan, panca indera, kelenjar seksual, dan otak
yang rumit. Persamaan biologis ini membantu menjelaskan
beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua orang.
Namun setiap warisan biologis seseorang bersifat unik. Artinya, tidak
seorangpun yang mempunyai karakteristik fisik yang sama, seperti
ukuran tubuh, kekuatan fisik, atau kecantikan. Bahkan, anak kembar
sekali pun pasti ada perbedaan itu. Perhatikan teman di
sekelilingmu, adakah di antara mereka yang memiliki kesamaan
karakteristik fisik?
Faktor biologis yang paling berpengaruh dalam
pembentukan kepribadian adalah jika terdapat karakteristik fisik unik
yang dimiliki oleh seseorang. Contohnya, kalau orang bertubuh
tegap diharapkan untuk selalu memimpin dan dibenarkan kalau
bersikap seperti pemimpin, tidak aneh jika orang tersebut akan
selalu bertindak seperti pemimpin. Jadi, orang menanggapi
harapan perilaku dari orang lain dan cenderung menjadi berperilaku
seperti yang diharapkan oleh orang lain itu. Ini berarti tidak semua
faktor karakteristik fisik menggambarkan kepribadian seseorang.
Sama halnya dengan anggapan orang gemuk adalah periang, orang
yang keningnya lebar berpikir cerdas, orang yang berambut
merah wataknya mudah marah, atau orang yang cacat fisik mempunyai
sifat rendah diri. Anggapan seperti itu lebih banyak disebabkan
apriori masyarakat yang dilatarbelakangi kondisi budaya setempat.
Perlu dipahami bahwa faktor biologis yang dimaksudkan
dapat membentuk kepribadian seseorang adalah faktor fisiknya dan
bukan warisan genetik. Kepribadian seorang anak bisa saja berbeda
dengan orangtua kandungnya bergantung pada pengalaman
sosialisasinya. Contohnya, seorang bapak yang dihormati di
masyarakat karena kebaikannya, sebaliknya bisa saja mempunyai anak yang justru
meresahkan masyarakat akibat salah pergaulan. Akan tetapi, seorang yang
cacat tubuh banyak yang berhasil dalam hidupnya dibandingkan orang normal
karena memiliki semangat dan kemauan yang keras. Dari contoh tersebut
dapat berarti bahwa kepribadian tidak diturunkan secara genetik, tetapi
melalui proses sosialisasi yang panjang. Salah apabila banyak pendapat
yang mengatakan bahwa faktor genetik sangat menentukan pembentukan
kepribadian.
b. Faktor Geografis
Faktor lingkungan menjadi sangat dominan dalam meme
ngaruhi kepribadian seseorang. Faktor geografis yang dimaksud
adalah keadaan lingkungan fisik (iklim, topografi, sumberdaya alam)
dan lingkungan sosialnya. Keadaan lingkungan fisik atau
lingkungan sosial tertentu memengaruhi kepribadian individu atau
kelompok karena manusia harus menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Contohnya, orang-orang Aborigin harus berjuang lebih gigih
untuk dapat bertahan hidup karena kondisi alamnya yang kering
dan tandus, sementara, bangsa Indonesia hanya memerlukan sedikit waktunya
untuk mendapatkan makanan yang akan mereka makan sehari-hari karena
tanahnya yang subur. Suku “Ik” di Uganda mengalami kelaparan
berkepanjangan. karena lingkungan alam tempat mereka mencari nafkah telah
banyak yang rusak. Mereka menjadi orang-orang yang paling tamak, rakus,
dan perkelahian antara mereka sering terjadi semata-mata mempe rebutkan
makanan untuk sekadar mempertahankan hidup. Contoh lain,
orang-orang yang tinggal di daerah pantai memiliki ke pribadian yang lebih keras
dan kuat jika dibandingkan dengan mereka yang tinggal di pegunungan.
Masyarakat di pedesaan penuh dengan kesederhanaan dibandingkan masyarakat
kota.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa faktor geografis
sangat memengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, tetapi banyak pula
ahli yang tidak menganggap hal ini sebagai faktor yang cukup penting
dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya.
c. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku dan
kepribadian seseorang, terutama unsur-unsur kebudayaan yang secara
langsung memengaruhi individu. Kebudayaan dapat menjadi pedoman hidup
manusia dan alat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Oleh karena itu,
unsur-unsur kebudayaan yang berkembang di masyarakat dipelajari oleh
individu agar menjadi bagian dari dirinya dan ia dapat bertahan hidup.
Proses mem pelajari unsur-unsur kebudayaan sudah dimulai sejak
kecil sehingga terbentuklah kepribadian-kepribadian yang
berbeda antarindividu ataupun antarkelompok kebudayaan satu
dengan lainnya. Contohnya, orang Bugis memiliki budaya merantau
dan mengarungi lautan. Budaya ini telah membuat orang-orang
Bugis menjadi keras dan pemberani.
Walaupun perbedaan kebudayaan dalam setiap masyarakat dapat
memengaruhi kepribadian seseorang, para sosiolog ada yang menyarankan
untuk tidak terlalu membesar-besarkannya karena kepribadian individu bisa
saja berbeda dengan kepribadian kelompok kebudayaannya. Misalnya,
kebudayaan petani, kebudayaan kota, dan kebudayaan industri tentu
memperlihatkan corak kepribadian yang berbeda-beda. Memang terdapat karak
teristik kepribadian umum dari suatu masyarakat. Sejalan dengan itu,
ketika membahas bangsa-bangsa, suku bangsa, kelas sosial, dan
kelompok-kelompok berdasarkan pekerjaan, daerah, ataupun kelompok sosial
lainnya, terdapat kepribadian umum yang merupakan serangkaian
ciri kepribadian yang dimiliki oleh sebagian besar anggota
kelompok sosial bersangkutan. Namun, tidak berarti bahwa semua
anggota termasuk di dalamnya. Artinya, kepribadian individu bisa
saja berbeda dengan kepribadian masyarakatnya.
d. Faktor Pengalaman Kelompok
Pengalaman kelompok yang dilalui seseorang dalam
sosialisasi cukup penting perannya dalam mengembangkan
kepribadian. Kelompok yang sangat berpengaruh dalam
perkembangan kepribadian seseorang dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
1. Kelompok Acuan (Kelompok Referensi). Sepanjang hidup seseorang, kelompok-kelompok
tertentu dijadikan model yang penting bagi gagasan atau
norma-norma perilaku. Dalam hal ini, pembentukan kepribadian
seseorang sangat ditentukan oleh pola hubungan dengan
kelompok referensinya. Pada mulanya, keluarga adalah kelompok
yang dijadikan acuan seorang bayi selama masa-masa yang paling peka.
Setelah keluarga, kelompok referensi lainnya adalahteman-teman sebaya. Peran
kelompok sepermainan ini dalam perkembangan kepribadian seorang anak akan
semakin berkurang dengan semakin terpencar nya mereka
setelah menamatkan sekolah dan memasuki kelompok lain yang
lebih majemuk (kompleks).
2. Kelompok Majemuk. Kelompok majemuk menunjuk pada kenyataan
masyarakat yang lebih beraneka ragam. Dengan kata lain,
masyarakat majemuk memiliki kelompok-kelompok dengan budaya
dan ukuran moral yang berbeda-beda. Dalam keadaan seperti
ini, hendaknya seseorang berusaha dengan keras mempertahankan haknya
untuk menentukan sendiri hal yang dianggapnya baik dan bermanfaat bagi
diri dan kepribadiannya sehingga tidak hanyut dalam arus perbedaan dalam
kelompok majemuk tempatnya berada. Artinya, dari pengalaman ini seseorang
harus mau dan mampu untuk memilah-milahkannya.
e. Faktor Pengalaman Unik
Pengalaman unik akan memengaruhi kepribadian
seseorang. Kepribadian itu berbeda-beda antara satu dan lainnya
karena pengalaman yang dialami seseorang itu unik dan tidak seorang
pun mengalami serangkaian pengalaman yang persis sama. Sekalipun dalam
lingkungan keluarga yang sama, tetapi tidak ada individu yang memiliki
kepribadian yang sama, karena meskipun berada dalam satu, setiap individu
keluarga tidak mendapatkan pengalaman yang sama. Begitu juga dengan
pengalaman yang dialami oleh orang yang lahir kembar, tidak akan sama.
Sebagai mana menurut Paul B. Horton, kepribadian tidak dibangun dengan
menyusun peristiwa di atas peristiwa lainnya. Arti dan pengaruh suatu
pengalaman bergantung pada pengalaman-pengalaman yang mendahuluinya.
Tentang hubungan kepribadian dengan kebudayaan, sebagaimana
menurut Ralph Linton bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan,
sikap, dan pola perilaku. Adapun kepribadian menurut Yinger adalah
keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan
tertentu. Dengan demikian, antara kepribadian dan kebudayaan terdapat
hubungan sebagai hasil dari suatu proses sosial yang panjang. Dalam
proses yang disebut sosialisasi itu, kepribadian atau watak tiap-tiap
individu pasti mempunyai pengaruh terhadap per kembangan kebudayaan
itu secara keseluruhan. Gagasan-gagasan, tingkah laku, atau tindakan
manusia itu ditata, dikendalikan, dan dimantapkan pola-polanya
oleh berbagai sistem nilai dan norma yang hidup di masyarakatnya.
Sebaliknya, kebudayaan suatu masyarakat turut
memberikan sumbangan pada pembentukan kepribadian seseorang.
Kepribadian suatu individu dalam suatu masyarakat walaupun berbeda-beda
satu sama lain, dirangsang dan dipengaruhi oleh nilai dan norma
dalam sistem budaya dan juga oleh sistem sosial yang telah
diinternalisasi melalui proses sosialisasi dan proses pembudayaan selama
hidup, sejak masa kecilnya.
Havilland (1988) mengatakan bahwa praktik pendidikan anak
bersumber dalam adat kebiasaan pokok masyarakat yang berhubungan dengan
pangan, tempat berteduh dan perlindungan, dan bahwa praktik pendidikan
anak pada gilirannya menghasilkan kepribadian tertentu pada masa dewasa.
Dari pernyataan tersebut, terlihat bagaimana kebudayaan yang hidup dalam
suatu masyarakat memberikan pengaruh terhadap pembentukan kepribadian
anggota masyarakatnya.
Selain kebudayaan sendiri menanamkan pengaruhnya
terhadap individu, di sisi lain individu juga mempelajari dan
menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya terhadap adat istiadat, sistem
norma, dan peraturan-peraturan yang berlaku dalam lingkungan
budayanya, yang dinamakan enkulturasi. Contohnya seorang anak
menyesuaikan diri dengan waktu makan dan tidur secara teratur sesuai
dengan kebiasaan yang berlaku dalam keluarganya. Sebagai hasil
mempelajari dan menyesuaikan pola pikirnya dengan unsur-unsur budaya
secara berkelanjutan, terbentuklah kepribadian individu yang sesuai dengan
lingkungan budayanya. Semua individu yang hidup dalam lingkungan
masyarakat tertentu mengalami pengaruh lingkungan kebudayaan yang sama
selama pertumbuhan. Oleh karena itu, individu-individu tersebut
akan menampilkan suatu watak atau kepribadian yang seragam
atau dinamakan juga dengan kepribadian umum.
Dalam studi Abraham Kardinar tentang hubungan
kepribadian umum dengan kebudayaan, mengutarakan bahwa, semua warga
dari suatu masyarakat memiliki struktur kepribadian dasar yang
sama. Alasannya, karena warga masyarakat dari suatu lingkungan
tertentu cenderung menjalani latihan bersama mengenai cara buang air
kecil/ besar, menjalani cara menertibkan yang sama dalam masa
kanakkanak, cara menyapih yang sama, dan sebagainya. Sebagai
orang dewasa, mereka cenderung mempunyai unsur-unsur
kepribadian tertentu yang sama.
Dari konsep kepribadian umum, makin dipertajam lagi
dalam antropologi sehingga melahirkan konsep baru yang
dinamakan basic personality structure atau kepribadian dasar, yaitu semua
unsur kepribadian yang dimiliki sebagian besar warga suatu
masyarakat. Misalnya, “kepribadian Barat” memiliki ciri individualis,
adapun “kepribadian Timur” lebih bersifat gotong royong.
Soerjono Soekanto (1977) mencoba melihat adanya
keterkaitan antara kebudayaan dan kepribadian dalam ruang lingkup yang
lebih sempit, yaitu “kebudayaan khusus” (sub culture). Menurutnya,
ada beberapa tipe kebudayaan khusus yang memengaruhi kepribadian sebagai
berikut.
1. Kebudayaan khusus atas dasar faktor
kedaerahan. Contohnya, “jiwa berdagang” identik dengan ciri khusus
orang Minangkabau, “berlaut” merupakan ciri orang Bugis.
2. Cara hidup di kota dan di desa yang
berbeda. Contohnya, masyarakat kota cenderung
individualistis dibanding kan masyarakat desa yang kekeluargaan dan
gotong royong.
3. Kebudayaan khusus kelas
sosial. Contohnya, cara berpakaian orang kaya berbeda dengan
orang miskin.
4. Kebudayaan khusus atas dasar
agama. Contohnya, adanya berbagai mazhab melahirkan kepribadian yang
berbeda-beda di kalangan umatnya.
5. Kebudayaan khusus berdasarkan
profesi. Contohnya, kepribadian seorang guru sangat berbeda
dengan politikus.